Friday, January 05, 2007

Teori tanggung jawab sosial

Teori tanggung jawab sosial adalah respons terhadap kebuntuan liberalisme klasik di abad ke-20. Dalam laporan Hutchins Commision di tahun 1947, teori tanggung jawab sosialmenerima banyak kritik dari sistem mdia laissez-faire. Keritik ini menyatakan adanya kecenderungan monopoli pada media, bahwa masyarakat atau publik tidak kurang memperhatikan dan tidak berkepentingan dengan hak-hak atau kepentingan golongan di luar mereka, dan bahwa komersialisasi menghasilkan budaya rendah dan politik yang serakah. Teori tanggung jawab sosial menyatakan bahwa media harus meningkatkan standar secara mandiri, menyediakan materi mentah dan pedoman netral bagi warga negara untuk mengatur dirinya sendiri. Hal ini sangat penting bagi media, karena kemarahan publik akan memaksa pemerintah untuk menetapkan peraturan untuk mengatur media.

Teori tanggung jawab sosial dirumuskan pada saat Amerika mengalami masa “kapitalisme akhir”. Sebleum PD II, organisasi-organisasi berita ternama di Amerika berada dalam dominasi media tycoon, seperti William Randolph Hearst, Robert R. McCormick dan Henry Luce. Para pemilik media yang sangat sukses ini mengatur surat kabar, layanan via kabel, stasiun radio, studio film, dan majalah. Mereka aktif secara politik dan menggunakan posisinya untuk mendukung calon presiden dan mempengaruhi pemilu dan penerapan undang-undang. Pada saat yang sama, kekuatan pemerintahan federal meingkat secara drastis. Program New Deal Franklin D. Roosevelt membentuk program-program baru yang memperluas pengaruh pemerintahan federal dan merubah sikap publik terhadap hubungan pemerintah dengan sektor swasta. Kebijakan anggaran yang liberal membuatnya dibenci oleh para tokoh media. Roosevelt mampu menggunakan oposisi mereka untuk mengarahkan simpati publik terhadap pemerintahannya.

Teori tanggung jawab sosial dikembangkan setelah kematian Roosevelt, ketika para penerbit berpengaruh tidak populer di kalangan publik. Publik selalu curiga terhadap press, bahkan ketika para pemimpin industri ini diganti dengan yang baru. Press telah merumuskan “kode etika’ selama berdekade (Masyarakat Editor Surat Kabar Amerika (ASNE) menerapkan “aturan jurnalisme” (The Canons of Journalism) di tahun 1923) dan televisi menjadi media paling populer pada saat itu.

Pada tahun 1970an, satu dekade setelah diterbitkannya Four Theories (of the press), media mulai menerapkan standar sosial baru, tidak hanya dengan membuka saluran dan halaman-halamannya untuk gagasan-gagasan baru, tapi juga dengan mempekerjakan wanita dan golongan minoritas. Dengan latar belakang baru, para jurnalis baru tersebut menawarkan perspektif baru. Sejak awal abad ke 19 publikasi minoritas berfungsi sebagai suara untuk komunitasnya masing-masing. Dengan bergabungnya mereka ke media, mereka diharapkan bisa membawa agenda minoritas ke media, sehingga bisa menjaga agar masalah-masalah mereka dipertimbangkan oleh para pemimpin masyarakat dan para pembuat keputusan.

Media juga memahami pergerakan pemerintah. Ketika itu pemerintahan telah menerapkan kontrol atas muatan siaran; kemudian, pemerintahan lokalpun melakukan tawar-menawar dengan perusahaan kabel. Hollywood ditekan dengan sensor, salah satunya melalui sistem rating.

Pada umumnya, suratkabar dan majalah utama berorientasi pada khalayak. Berita menjadi semakin mudah dimengerti; berita-berita bisnis dan gaya hidup bersaing untuk mendapat ruang dengan berita politik dalam surat-surat kabar dan majalah. Di tahun 1970an, surat kabar mulai menyediakan kolom saran pemirsa dan hotline. Surat kabar tidak hanya mengijinkan diterbitkannya beragam surat ke editor dan opini atau kolom-kolom komentar pembaca, tapi juga melaksanakan perbaikan harian untuk memperbaiki kesalahan.

Karakteristik Tanggung Jawab

Untuk bisa memahami nilai penting teori tanggung jawab sosial, kita harus melihat pada konsep dasar yang membentuknya.

Pada essay di tahun 1958, Sir Isaiah Berlin membedakan kebebasan negatif dan positif sebagai dua aliran dalam filosofi politik demokratis – dua model yang membedakan John Locke dari Jean-Jacques Rousseau. Berlin menyatakan bahwa politik liberal menjalankan kompomi dalam hubungan keseharian, menempatkan kebebasan positif sebagai penyeimbang kebebasan negatif; “nilai-nilai utama dari politik liberal – positif – hak-hak, untuk berpartisipasi dalam pemerintahan adalah sarana untuk menjaga nilai-nilai utama mereka, yaitu individualisme – negatif – kebebasan” (Berlin, 1958/ 1969: 165).

Kebebasan psitif adalah poros konseptual tempat berkembangnya tanggung jawab sosial. Implikasi hukum dari kebebasan positif dikembangkan oleh Zechariah Chafee dalam karya dua jilid nya Government and Mass Communciation (1947). Dalam penekenannya terhadap hak-hak dan kecurigaannya terhadap tindakan pemerintah, terlihat jelas hubungan antara Chafee dengan tradisi liberal.

Asumsi dasar dan argumen untuk kebebasan positif adalah pusat dari buku William Ernest Hockin, Freedom of the Press: A Framework of Principle (1947). Hocing menyatakan definisi kebebasan berbeda dari liberalisme klasik dimana kebebasan (negatif) berarti tidak adanya batasan. Dalam teori politik yang mendasari liberalisme klasik, setiap individu memiliki pertahanan internal yang bebas dan karenanya harus dibiarkan untuk mencari tujuan yang dipandangnya benar atau mulia. Melanggar hak-hak alami ini berarti melanggar otonomi seseorang.

Menurut golongan libertarian, pemerintah merupakan “musuh utama dari kebebasan” dan pemerintahan yang paling minimal dalam memerintah adalah pemerintahan yang paling baik. Sementara itu pandangan neoliberal lebih pada pelanggaran oleh perusahan dan badan-badan non-pemerintah terhadap kebebasan individu. Roberto Mangabeira Unger manyatakan bahwa “dalam masyarakat “paska-liberal”, organisasi-orgnisasi swasta semakin diakui dan dipandang sebagai lembaga yang memiliki kekuasaan yang menurut doktrin tradisional dipandang sebagai hak prerogatif pemerintah. (1976: 193).

Kaum neoliberal tidak menerapkan kritik atas pemerintah tapi memusatkan diri pada kekuatan yang sekarnag ini dilihatnya diterapkan oleh media massa. Peterson menuliskan kritik terhadap press, salah satunya adlaah bahwa “press menggunakan kekuatannya yang besar untuk mencapai tujuannya” (FT,78).

Press memiliki tanggung jawab utama untuk menentukan dan menerapkan standar tanggung jawab sosial, tapi prosesnya juga harus “sejalan dan sistematis dengan usaha-usaha masyarakat, konsumen dan pemerintah” (1947: 127). Pemerintah bisa membantu agar distribusi lebih universal dan seimbang, dengan cara menghilangkan batasan-batasan terhadap aliran gagasan, mengurangi kebingungan masyarakat dan mendukung debat publik (1947:127) serta memberikan aturan hukum atas pelanggaran yang dilakukan press.

Teori tanggung jawab sosial tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku. Ia menjelaskan bahwa wilayah hak-hak moral berbeda dengan wilayah hak-hak hukum. Teori ini secara filosofi radikal dan konservatis secara programnya.

Teori tanggung jawab sosial memiliki pandangan liberal terhadap diskursus publik yang sehat. Ia mematuhi gagasan pasar pemikiran (marketplace of ideas) tapi juga memahami bahwa pasar tersebut harus berada dalam sebuah medium. Dengan kata lain, dimana sebleumnya media bersaing di pasar, sekarang pasar berada dalam media.

Dalam masyarakat yang demokratis, masyarakatlah yang memerintah; media yang demokratis harus mendengarkan suara masyarakat dan bukan hanya suara para pakar.

2 comments:

catur said...

terima kasih atas artikelnya Pak.. sangat membantu saya

Anonymous said...

thanks

 This blog migrated to https://www.mediologi.id. just click here