Tuesday, January 02, 2007

Efek Gambar Emosional dalam Berita TV

oleh

Hans-Bernd Brosius

Inti Artikel

Gambaran visual yang menyertai berita TV sering dihipotesakan untuk meningkatkan ingatan pemirsa mengenai berita. Dalam artikel ini Hans-Bern Brosius berargumen bahwa efek emosi secara visual ditunjukkan tidak dalam ingatan yang jelas dari teks tetapi melalui bentuk-bentuk spesifik dari kesalahan dalam pengingatan dan hubungan dari kesalahan-kesalahn ini kepada bagian-bagian tertantu dari berita. Kesalahan-kesalahan ini terjadi karena emosi secara visual berfokus pada bagian-bagian spesifik dari berita dan bahwa ingatan disusun kembali dari penilaian yang perseptual yang digeneralisasi dari bagian-bagian spesifik. Hasil dari sebuah eksperimen didukung efek yang dihipotesakan. Penelitian dilakukan terhadap 125 mahasiswa Perguruan Tinggi.

Pembahasan

Belajar dari berita TV –walaupun dianggap sebagai alat membentuk pendapat dalam masyarakat demokratis- menjadi lebih lemah dari yang diharapkan. Bahkan ketika secara langsung ditanyakan setelah penyiaran, responden hanya dapat mengingat sedikit cerita yang disiarkan dan informasi yang diberikan juga tidak lengkap. Konsekuensi dari hasil ini diadakannya berbagai penelitian mengenai format dan faktor-faktor penerima yang mungkin mempengaruhi penerima di depan layar. Mayoritas penelitian ini memfokuskan pada peranan keikutsertaan visual dalam memahami informasi dari teks berita. Alasannya, film, berita, dll adalah penggambaran yang unik dari berita TV dan yang membedakannya dari berita radio dari isi suratkabar. Kesimpulan hasil penelitian, gambar membantu mengingatkan pada berita.

Hipotesa yang dikemukakan oleh Hans-Bernd Brosius adalah : (1) Semakin banyak jumlah ilustrasi visual, semakin banyak ingatan informasi yang ada pada berita TV; (2) Ilustrasi visual dengan emosinal yang negatif lebih mengarah pada ingatan informasi dalam teks berita TV dibandingkan ilustrasi visual yang emosinya netral; (3) Ilustrasi emosinal dibandingkan bentuk-bentuk yang lain ilustrasi akan menghasilkan sejumlah besar kesalahan ingatan dari informasi teks.

Dalam penelitian ini dilakukan uji hipotesa dengan design eksperimental 2 faktor tidak komplet dengan 2 independen & 3 independen variabel. Independen variabel meliputi jumlah ilustrasi visual (tidak satupun, sebagian & penuh ilustrasi) dan tipe ilustrasi (netral & emosional). Dependen variabel termasuk ingatan informasi dalam teks berita, penilaian tentang topik-topik & kesalahan-kesalahan ingatan.

Ada 3 topik yang dipakai untuk penelitian ini yaitu : (1) demonstrasi terhadap persewaan dan kekurangan rumah di kota-kota di Jerman; (2) laporan mengenai persoalan yang disebabkan oleh lalu lintas yang padat di pusat-pusat kota; (3) polusi di laut Baltik & tindakan yang dilakukan empat negara untuk memecahkan masalah. Topik-topik ini disampaikan dengan : netral & emosional , dimana dengan berbagai cara yaitu : dengan talking head (presenter/pembawa berita), presenter & ilustrasi visual serta ilustrasi visual & teks seluruhnya. Untuk gambar emosional dipilih 3 yaitu :

* kasus demonstrasi, gambar emosional dihubungkan dengan kekerasan

* kasus lalu lintas, gambar emosional dihubungkan dengan bahaya bagi anak-anak

* kasus polusi pantai, gambar emosional dihubungkan dengan bahaya lingkungan.

Penelitian ini dilakukan pada 125 mahasiswa Univeritas Mainz dengan dibagi secara random menjadi 5 kelompok yang masing-masing kelompok berisi 25 orang. Dan menggunakan analisis satu arah varians (untuk melihat dampak dari jumlah ilustrasi visual) dan uji hipotesa t-test (untuk melihat dampak emosional dari gambar).

Hasil penelitian, hipotesa I ternyata hasilnya memperlihatkan kecenderungan yang sama untuk 3 topik tersebut. Dari topik-topik itu (baik talking head, partally dan fully ilustrasi) hanya demonstrasi yang berbeda signifikansinya (F (2,122) = 2,08, p < .05). Untuk lalu lintas dan polusi pantai tidak berbeda signifikansinya baik talking head, partally dan fully ilustrasi. Hipotesa 2, hasilnya tidak mendukung hipotesa 2 karena ternyata gambar emosional tidak mempertinggi ingatan informasi dari 3 topik tersebut. Hipotesa 3 mengklaim bahwa ilustrasi emosional secara aktual mempengaruhi subjek untuk mengurangi perhatian mereka dan akhirnya menghasilkan kesalahan pengingatan. Dengan kata lain, hipotesa 3 diterima karena ternyata ketika jumlah gambar emosional diturunkan, persentase dari jawaban yang salah malah agak banyak. Contohnya dalam talking head, hanya satu subjek yang dipahami oleh mereka yaitu anak-anak yang menjadi masalah utama yang didiskusikan dalam topik tersebut (topik lalu lintas).

Akhirnya Hans-Bernd Brosius mengatakan bahwa studi ini merupakan replikasi dari studi-studi terdahulu yang mengatakan bahwa gambar emosional tidak mempunyai efek pada ingatan, lalu dalam perjalanannya yang selangkah lebih maju menggunakan pengujian eksplanasi teoritis untuk mencari jejak efek ini . Studi ini mengkonfirmasikan bahwa penyertaan gambar akan mempertinggi ingatan dari berita. Tetapi hal itu tidak menambah efek dari gambar emosional pada ingatan. Akibatnya hal ini dibuktikan dengan penelitian bahwa visual emosional menghasilkan efek segera dan langsung pada ingatan yang pada dasarnya berhubungan dengan emosi dan memori dan juga teori tentang efek dari kejelasan materi.

Selain itu pula akibat utama dari studi ini adalah efek dari kejelasan materi akan ada jika variabel dependen diubah. Ketika efek dari gambar emosi pada subjek evaluasi diukur, kesimpulannya dihasilkan bahwa gambar emosi mengarahkan pada kesalahan ingatan dan pada pendugaan yang terlalu pada sejumlah teks berita yang diberikan. Kesimpulan ini lalu didukung penelitian yang sekarang pada emosi dan memori yang menghasilkan bahwa fungsi dari emosional yang ditampilkan tidak menaikkan tingkat pengingatan tetapi mengurangi perhatian pada bagian-bagian tertentu dari yang ditampilkan dan memberi materi emosional sebuah peranan yang lebih utama dalam ingatan. Studi ini juga menyarankan bahwa teori-teori perbedaan antara pusat dan periperal diterapkan pada studi tentang berita TV.

Komentar :

Yang ingin saya pertanyakan adalah mengapa Brosius memakai design ekperimental dua faktor tidak lengkap dan dengan alasan apa ? Mengapa di akhir artikel ini dia juga mengatakan bahwa teori-teori tentang pusat dan periperal diterapkan pada studi TV, alasannya apa ? Apakah teori ini tidak bisa diterapkan pada media selain TV?

Kalau melihat artikel ini saya teringat akan Teori Penerimaan dan Proses Pesan (chapter 7 dalam bukunya Littlejohn) yang memusatkan perhatian pada bagaimana pesan yang diproduksi diterima, termasuk dalam hal ini adalah bagaimana manusia memahami, mengorganisir dan menggunakan informasi yang ada pada pesan. Dean Hewes & Sally Planap (Theories of Human Communication, Littlejohn) memberikan summarynya bahwa :

· Bagaimana studi-studi kognitif berkaitan dengan komunikasi.

· Dalam kognition memerlukan 2 elemen pusat / utama yaitu struktur pengetahuan dan proses kognitif.

· Struktur pengetahuan berisikan organisasi dari informasi dari sistim kognisi orang atau tubuh keseluruhan pengetahuan yang dimiliki seseorang. Bahkan pesan yang paling simple barangkali bisa membutuhkan great deal informasi (informasi besar) untuk memahami.

· Didalam sistim kognisi orang maka potongan-potongan informasi itu disambung-sambung / dikait-kaitkan sehingga menjadi suatu pola yang terorganisir.

· Proses kognitif adalah persoalan bagaimana informasi yang kita terima kemudian kita olah di kepala kita.

Tetapi kalau menurut Littlejohn sendiri, penerimaan dan proses pesan dibagi dalam 3 segmen yang saling berhubungan :

1. Process of interpretation (proses memahami dan membuat makna), yaitu bagaimana isi pesan dan intensi dari komunikator dimengerti dan bagaimana kasus mengenai prilaku ditunjukkan.

2. Information organization, adalah bagaimana informasi diintegrasikan ke dalam sistem kognitif kita dan bagaimana hal itu mempengaruhi attitude kita.

3. Making adjustment, adalah bagaimana kita membuat penilaian, dengan kata lain bagaimana informasi dibanding-bandingkan dengan apa yang telah kita ketahui atau apa yang kita harapkan.

Selain itu ada Teori Attribusi yang menjelaskan proses bagaimana orang dapat memahami prilaku mereka sendiri dan prilaku orang lain.

Teori Attribusi mempunyai 3 asumsi dasar, yaitu :

1. Orang berupaya menentukan penyebab prilaku

2. Orang memberikan faktor-faktor yang menyebabkan prilaku tertentu itu secara sistimatis.

3. Penyebab yang diatribusikan seseorang atas prilaku orang lain atau atas prilakunya sendiri mempunyai impact (dampak) terhadap perasaan dan prilaku orang yang membuat attribusi.

1 comment:

LuLu said...

boleh tau ini penelitian tentang apa?

 This blog migrated to https://www.mediologi.id. just click here