Komunikasi massa global merupakan hal yang nyata untuk sekarang. Dapat dikatakan bahwa komunikasi massa yang bersifat global merupakan fakta tak terbantahkan untuk melihat media massa sekarang ini. Tentunya hal tersebut tidak bisa dipisahkan dengan fenomena atau gejala globalisasi. Perkembangan media massa memicu istilah ”global village” seperti yang dilansir oleh McLuhan. Setidaknya ada beberapa aras utama, yaitu keberadaan pasar bebas dalam produk media, keberadaan dan penghargaan atas ”hak informatif”, gejala kebebasan arus informasi dan teknologi komunikasi yang semakin memicu perkembangan media massa.
Media massa sekarang bisa dilihat sebagai jejaring sosial yang menyebar dan berkembang secara horizontal maupun vertikal pada sistem sosial masyarakat. Pada bagian ini McQuail merinci fakta komunikasi massa global dalam beberapa hal pokok.
MEDIA GLOBAL: Faktor Pemicu dan Wacana yang Berkembang
Globalisasi media massa semakin tak terelakkan ketika teknologi komunikasi mendorong industri media. Teknologi transmisi media semakin kuat. Teknologi transmisi media memaksa para pelaku bisnis media membentuk media massa sebagai perusahaan komersial. Pada titik tertentu, globalisasi media mengikuti perdagangan dan hubungan internasional. Hal ini terjadi karena sifat dan cakupan media modern memungkinkan untuk melintasi batas-batas tradisional ruang dan waktu. Konstelasi media massa global juga semakin didukung dengan faktor ketergantungan ekonomis dari negara tertentu kepada negara yang lain. Tentunya ketergantungan ekonomi ini dipengaruhi juga dengan faktor ketidakseimbangan geopolitik yang selama ini melekat pada sistem politik global. Faktor lain yang mendorong globalisasi media adalah periklanan dan perkembangan infrastruktur telekomunikasi.
Fase lain yang mendorong media global adalah fenomena berkembangnya konsentrasi media baik secara transnasional dan multimedia. Hal ini menghantar pada masalah kepemilikan media oleh para taipun/perusahaan media global. Dengan demikian sistem media pun menyebar serba lintas secara teritorial maupun kategorial di seluruh dunia. Sistem media global secara simultan juga memberikan warna dan selera yang sama dalam proses komunikasi global dan pada umumnya sistem program acara berita dan hiburan merupakan andalan dalam proses tersebut. Kehadiran sistem media global memungkinkan khalayak bisa memilih program acara lintas benua, lintas sosial, lintas ekonomi dan lintas kebudayaan. Kecenderungan inilah yang memacu pada aspek homogenisasi dan westernisasi program media, karena kebanyakan program media baratlah yang menguasai pangsa khalayak global. Fase ini juga mereduksi kedaulatan komunikasi nasional dan lebih mengembangkan arus informasi yang bersifat global.
Faktor lain yang perlu dibicarakan adalah masalah ketergantungan media internasional yang dimulai dari asumsi bahwa terdapat ketergantungan secara sosial, ekonomi, politik dan kebudayaan dari negara periferi kepada negara pusat (asumsi teori ketergantungan). Ketergantungan atau otonomi komunikatif secara global yang pada akhirnya juga dibingkai dalam beberapa poros yaitu poros teknologi dan poros komunikasi yang nantinya akan berpengaruh pada proses produksi, distribusi dan konsumsi media massa. Pada isu ini juga terdapat isu konsekutif lainya yaitu imperialisme budaya. Media global pada tesis utamanya mempromosikan ketergantungan kontinual ketimbang pertumbuhan ekonomi masyarakat. Ketiadaseimbangan arus isi media semakin menghapus otonomi budaya dan mengendorkan makna pembangunan. Ketidakseimbangan hubungan dalam aliran berita meningkatkan kekuatan global dan menghalangi faktor-faktor yang diperlukan untuk meningkatkan identitas nasional. Media global semakin menguatkan homogenisasi dan sinkronisasi dengan mencabut hubungan antara media dengan pengalaman sehari-hari yang bersifat partikular dan lokal.
Hanya memang isu imperialisme dan globalisme media yang bersifat negatif harus dilihat juga secara imbang. Dalam arti bahwa globalisasi media juga berkontribusi untuk membuka kemungkinan-kemungkinan konstruktif. Point utamanya adalah mengembalikan kembali dimensi partisipatori dari khalayak sehingga khalayak harus aktif dan positif melihat media massa global. Tidak terbantah juga bahwa media menyumbang proses difusi, pendewasaan politik dan sosial. Kekuatan budaya tidak melulu destruktif, dalam arti ada juga proses transkulturasi, hybridisasi, deteritorialisasi, semiotika sosial yang didapatkan dalam pengembangan media global. Dengan demikian, globalisme media mempunyai efek sentripetal dan sentrifugal dalam sistem masyarakat.
Proses transnasionalisasi media merupakan wacana lain yang berkembang ketika kita membicarakan media global. Proses ini berhubungan dengan masalah struktur dalam sistem media dunia yang tentunya berhubungan juga dengan hubungan ekonomi global. Hal ini juga diperkuat dengan perkembangan teknologi komunikasi melalui internet yang mampu memampatkan dimensi ruang dan waktu dengan istilah real-time communication.
WACANA EKONOMI DAN BUDAYA DALAM ISU MEDIA GLOBAL
Dinamika media global telah menghubungkan beberapa konsep dalam ekonomi dan budaya sebagai isi media atau sistem yang masuk dalam keseluruhan proses media massa. Keterbukaan dalam sistem ekonomi global tidak serta membuat bahwa faktor-faktor ekonomi merupakan faktor konstitutif dalam media tersebut. Dilihat dalam keseluruhan aspek, dimensi budaya menjadi juga faktor krusial dalam media. Tesis ketergantungan total terhadap keseluruhan isi dan teknologi media tidak selama benar. Pada derajad tertentu terdapat seleksi dan pemilahan yang jelas di mana sebuah negara bisa memasukkan dimensi internasionalisasi media dan dimensi nasionalisasi media massa. Gabungan antara motif ekonomi dan kebudayaan sering mengaburkan masalah transnasionalisasi media. Tingkat persaingan dan kemampuan ekonomi serta kemauan untuk survive dalam konteks kebudayaan dan identitas lokal menjadi konsideran-konsideran utama dalam proses globalisasi media.
Wacana ini juga menyatakan beberapa efek kultur pada era globalisasi. Efek kultur ini semakin didorong dengan keberadaan media global. Isu pertama yang muncul adalah isu identitas budaya. Proses pembentukan identitas budaya dipengaruhi oleh media massa. Fungsi media sebagai media transmisi budaya mendapatkan peran maksimal baik secara lokal, nasional maupun internasional dengan tingkat analisisnya masing-masing. Komodifikasi simbol budaya disebarkan melalui media. Bukan tidak mungkin terjadi pengembangan sikap multikultural. Media juga membentuk deteritorialisasi kebudayaan, evolusi bentuk budaya dan kultur media global itu sendiri.
BAGAIMANA MENGONTROL MEDIA GLOBAL?
Tiadanya pemerintahan global tentunya membawa permasalahan sendiri ketika kita berhadapan dengan fenomena media global. Kekuatan pasar bebas dan kedaulatan nasional bisa bersinergi dalam menjalankan fungsi kontrol terhadap media global. Kekuatan normatif regulasi global memang ada tapi tidak sepenuhnya mengikat. Terdapat sejarah yang menyatakan perlunya kekuatan regulasi global yang mengelola fenomena komunikasi massa global ini.
Tidak bisa dipungkiri terdapat lembaga-lembaga lintas negara yang bekerja sama untuk mengelola media global meski terserak-serak kadang tidak mempunyai kekuatan sama sekali. Lembaga-lembaga itu misalnya ITU (mengatur masalah telekomunikasi global), WTO (yang mengurus masalah perdagangan dan tetek bengeknya), Unesco (sempat aktif dalam pengaturan tentang kebebasan berekspresi dan internet), WIPO (menselaraskan legislasi dan prosedur kekayaan intelektual, konsumen dan penulis) dan ICANN (banyak berkecimpung dengan komunitas internet). Permasalahan regulasi dan peraturan tentang media global banyak menyentuh isi ekonomi dan teknis kurang dapat menyentuh dan kritis dalam konteks sosial dan kebudayaan.
TINJAUAN KRITIS
Tidak bisa bilang tidak apabila ada adagium yang menyatakan bahwa media massa kontemporer adalah media massa global. Kekuatan kapitalisme global merupakan kekuatan besar yang juga masuk dalam dunia komunikasi massa. Faktor ekonomi dan mobilisasi massif yang menjadi karakter utama globalisasi merupakan faktor yang krusial dalam pembentukan media massa global.
Pertama, McQuail dengan imbang mau menjelaskan posisi media dalam era globalisasi berikut konsekuensi yang mengikutinya. Globalisasi memang harus dilihat dalam beberapa dimensi, termasuk dalam konteks negatif maupun positif. Tapi permasalahannya belum ada hasil menyakinkan bahwa globalisasi berkontribusi secara komprehensif pada sistem sosial masyarakat. Tetap saja globalisasi membuat jurang akses informasi antara kelompok sosial yang ”tidak beruntung” (baca: tidak punya akses besar terhadap informasi) dengan kelompok sosial yang berkelimpahan informasi. Jurang informasi yang dalam mengakibatkan jurang ekonomi yang semakin lebar. Disparitas ekonomi merupakan konsekuensi logis disparitas informasi.
Kedua, menempatkan komunikasi massa global dalam perkara kapitalisasi global dalam arti tertentu menyesatkan. Dalam arti bahwa kapitalisme global tidak lagi berbicara an sich sistem ekonomi saja tapi sistem sosial, budaya dan politik. Maka media global harus tidak dipahami dalam dimensi ekonomi tapi dalam dimensi non ekonomi lainnya.
Ketiga, siapa yang bisa melawan kekuatan pasar bebas dalam era globalisasi? Bentuk cair dan a-lokasi, a-historis dari kekuatan pasar bebas mustahil untuk diatur dalam bentuk yang lebih positif. Siapa yang menguasai ITU, WTO, Unesco dan sebagainya? Tetap saja negara-negara pusat yang mempunyai kepentingan sosial, politik, ekonomi, dan kebudayaan. Hilangnya kontrol pada derap progres media global merupakan sebuah keniscayaan kecil meskipun tidak menutup kemungkinan bahwa kontrol atas media global bisa dilakukan. Tapi masalahnya, siapa yang bisa mempunyai justifikasi legitim bahwa dirinya bisa mengontrol kekuatan media dan pasar global.
No comments:
Post a Comment