Friday, December 22, 2006

Priming - Framing - Agenda Setting ?

Wacana Pembuka

Kajian ilmu komunikasi menjadi sangat menarik ketika komunikasi dalam tataran praksisnya menyentuh aspek kemanusiaan. Tentu saja, aspek kemanusiaan tersebut meliputi aspek sosial, ekonomi, politik, ideologi, psikologi dan kebudayaan. Itulah sebabnya juga, komunikasi tidak bisa dipisahkan dengan begitu saja dengan dimensi manusia.

Dalam proses perkembangan kebudayaan manusia, komunikasi massa menjadi proses dan bidang ilmu komunikasi yang mempunyai tingkat pengaruh yang cukup penting pada kehidupan manusia sehari-hari. Dapat dikatakan bahwa dalam perkembangan manusia, komunikasi massa memainkan peranan penting bagi perubahan dan dinamika sosial manusia. Berita, dalam konteks komunikasi massa yang berkembang sampai sekarang, selalu muncul dalam benak dan pikiran manusia. Berita yang disusun dalam benak manusia bukan merupakan peristiwa manusia. Berita bukan adalah peristiwa itu sendiri. Berita merupakan usaha rekonstruksi kerangka peristiwa yang terjadi. Berita dalam konteks komunikasi massa, lebih merupakan inti yang disesuaikan dengan kerangka acuan yang dipertimbangkan agar peristiwa itu memiliki makna bagi para pembacanya.

Berita dalam kapasitasnya sebagai pembentuk dan dinamisator pengolahan interpretasi atas peristiwa manusia, menjadi hal yang sangat penting dalam proses pembentukan konstruk sosial. Berita, pada titik tertentu, sangat mempengaruhi manusia merumuskan pandangannya tentang dunia. Pandangan terhadap dunia adalah bingkai yang dibuat oleh manusia untuk menggambarkan tentang apa dan bagaimana dunia dipahami. Berbagai pengalaman hidup manusia dimaknai dalam bingkai tersebut. Tanpa adanya bingkai yang jelas, kejadian, peristiwa dan pengalaman manusia akan terlihat “kacau” dan chaos. Bingkai pengalaman dapat dilihat sebagai “skenario awal” yang memposisikan setiap pengalaman dan peristiwa dalam plot cerita yang kurang lebih runtut, rasional dan sistematis.

Sebuah contoh kasus yang menarik untuk ditelaah adalah pemberitaan skandal seks yang dilakukan oleh oknum DPR dengan penyanyi dangdut yang sempat menggoncang dan mengundang wacana moralitas politik di Indonesia. Berita yang berkembang adalah bahwa oknum anggota DPR yang berinisial YZ telah terekam kegiatan seksualnya bersama seorang perempuan. Gambar yang menjadi gunjingan terekam dari gambar dengan bantuan kamera handphone yang kebetulan dipakai untuk “mengabadikan” peristiwa intim tersebut. Pemberitaan yang berkembang dalam masyarakat adalah bahwa penetrasi kegagalan moralitas sampai di kalangan elite terhormat semacam anggota parlemen Indonesia. Pemberitaan tersebut mempunyai dampak politik moral yang sangat memalukan. Ditambah lagi bahwa YZ adalah ketua bidang kerohanian dalam sebuah partai besar, dalam hal ini Golkar. Sebuah kontradiksi ketika seorang pejabat politik dengan atribut ketua bidang kerohanian akhirnya jatuh pada masalah dekadensi moral dalam hal ini skandal seks murahan.

Dalam konteks pemberitaan ini terjadi proses rekonstruksi realitas sosial dalam hal masalah skandal seks anggota DPR dan itu semua dibeberkan kepada publik serta menjadi wacana publik yang hangat. Beberapa media massa sempat menjadi berita skandal seks ini menjadi “headline” koran atau media tersebut. Ketika media massa memuat dan membuat berita skandal seks tersebut menjadi headline tentu saja mempunyai dampak kognitif di kalangan masyarakat. Setidaknya, masyarakat tahu mengenai perilaku seksual para anggota DPR. Sebuah permasalahan tabu dan intim tapi ternyata akhirnya mencuat menjadi agenda pembicaraan masyarakat. Dapat dikatakan, masyarakat mempunyai penilaian terhadap para anggota parlemen yang “katanya” terhormat tersebut.

Konsep agenda setting

Penjelasan di atas mau mengatakan bahwa ternyata ada hubungan antara media massa, dampak yang diakibatkan dengan para khalayaknya. Media massa setidaknya menjadi sumber komunikasi. Dampak media massa lebih dilihat sebagai dampak kognitif kepada masyarakat. Khalayak sendiri merupakan komunikan yang mengkonsumsi hasil rekonstruksi realitas yang dibikin oleh media massa. Media massa pemberitaan diyakini oleh banyak orang (termasuk banyak pembuat keutusan) sebagai sumber informasi yang dapat dipercaya (Severin, 2005: 266). Dengan kata lain, bahwa media massa mempunyai potensi untuk mempengaruhi opini atau agenda publik melalui proses priming dan framing yang dilakukan oleh media massa dalam hal ini pemberitaan yang dibuat. Pemberitaan adalah hasil atau output dari agenda yang dibuat oleh para awak media. Tentu saja, terdapat interaksi antara media massa dengan publiknya terlebih dahulu. Agenda media yang diterjemahkan oleh para redaksi dan wartawan tersebut “disuntikkan” kepada khalayak yang pada akhirnya sedemikian rupa membentuk agenda publik.

Konsep Priming

Konsep Priming pada dasarnya konsep yang dikembangkan oleh tradisi cognitive neoassociation (Bryant, 2002: 89). Tradisi dan perspektif psikologi sosial ini berada dalam lingkaran teori kognitif dalam konteks ilmu komunikasi. Priming adalah proses di mana media massa berfokus pada sebagian isu dan tidak pada isu lainnya dan dengan demikian mengubah juga standar evaluasi yang digunakan khalayak untuk menilai realitas sosial yang dihadapinya (Severin, 2005: 271).

Proses priming menegaskan pola dan terminologi kunci bahwa penonjolan dan penekanan isu mempunyai hubungan sebab akibat dengan standar penilaian publik dan perhatian publik terhadap isu tertentu. Dalam kasus skandal seks anggota DPR terlihat adanya penonjolan atau penekanan isu tentang perilaku moral dan etika politik yang mau dikembangkan oleh media massa. Selain penekanan dan perhatian terhadap isu tertentu terdapat variabel-variabel krusial dalam konsep priming, yaitu kadar isu (isu abstrak dan isu konkret; isu skandal seks dapat dikategorikan sebagai isu konkret), pola eksposure atau terpaan (dalam beberapa hari memang beberapa media massa memasang pemberitaan skandal seks DPR sebagai berita utama), pembentukan teknis agenda setting dan penelusuran orientasi yang dipunyai oleh khalayak.

Proses dan Efek Framing

Skandal seks DPR, ketika menjadi materi pemberitaan, hasil pengembangan dan pembangunan sekumpulan idea para wartawan atau redaksi. Pembangunan konstruksi realitas pada masing-masing media berbeda, meskipun realitas faktanya sama. Pengonstruksian fakta tergantung pada kebijakan redaksional yang dilandasi politik media. Salah satu cara yang dipakai atau digunakan untuk menangkap cara masing-masing media membangun sebuah realitas adalah dengan framing. Analisis framing mewakili tradisi yang mengedepankan pendekatan atau perspektif multidisipliner untuk menganalisa fenomena atau aktivitas komunikasi.

Robert N. Entman, seorang ahli yang meletakkan dasar-dasar bagi analisis framing untuk studi isi media, mendefinisikan framing sebagai seleksi dari berbagai aspek realitas yang diterima dan membuat peristiwa itu lebih menonjol dalam suatu teks komunikasi. Dalam banyak hal seperti menyajikan secara khusus definisi terhadap masalah, interpretasi sebab akibat, evaluasi moral dan tawaran penyelesaian sebagaimana masalah itu digambarkan.

Entman melihat framing dalam dua dimensi besar, yaitu seleksi isu dan penekanan atau penonjolan aspek-aspek tertentu dari realitas atau isu. Penonjolan adalah proses membuat informasi menjadi lebih bermakna, lebih menarik, berarti atau lebih diingat oleh khalayak. Realitas yang disajikan secara menonjol atau mencolok mempunyai kemungkinan lebih besar untuk diperhatikan dan mempengaruhi khalayak dalam memahami suatu realitas.

Dalam praktiknya, framing dijalankan oleh media dengan menyeleksi isu tertentu dan mengabaikan isu yang lain, dan menonjolkan aspek dari isu tersebut dengan menggunakan berbagai strategi wacana, penempatan yang mencolok (headline depan atau bagian belakang), pengulangan, pemakaian label tertentu ketika menggambarkan orang atau peristiwa yang diberitakan, asosiasi terhadap simbol budaya, generalisasi dan simplifikasi. Semua aspek itu dipakai untuk membuat dimensi tertentu dari konstruksi berita menjadi bermakna dan diingat oleh khalayak.

Dengan framing kita juga bisa mengetahui bagaimana perspektif atau cara pandang yang digunakan oleh wartawan ketika menyeleksi dan menulis berita. Cara pandang atau persfektif ini pada akhirnya menentukan fakta apa yang diambil, bagian mana yang ditonjolkan dan hendak dihilangkan, dan hendak dibawa kemana berita tersebut.

Gamson dan Modigliani, peneliti yang konsisten mengimplementasikan konsep framing, menyebut cara pandang itu sebagai kemasan (package) yang mengandung konstruksi makna atas peristiwa yang akan diberitakan (Eriyanto, 2002:217-287). Menurut mereka, frame adalah cara bercerita atau gugusan ide-ide yang terorganisir sedemikian rupa dan menghadirkan konstruksi makna peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan objek suatu wacana.

Kemasan (package) adalah serangkaian ide-ide yang menunjukkan isu apa yang dibicarakan dan peristiwa mana yang relevan. Package adalah semacam skema atau struktur pemahaman yang digunakan individu untuk mengonstruksi makna pesan-pesan yang ia sampaikan, serta untuk menafsirkan makna pesan-pesan yang ia terima. Package tersebut dibayangkan sebagai wadah atau struktur data yang terorganisir sejumlah informasi yang menunjukkan posisi atau kecendrungan politik, dan yang membantu komunikator untuk menjelaskan muatan–muatan di balik suatu isu atau peristiwa.

Keberadaan suatu package terlihat dari adanya gagasan sentral yang kemudian didukung oleh perangkat-perangkat wacana seperti kata, kalimat, pemakaian gambar atau grafik tertentu atau proposisi dan sebagainya, awalnya elemen dan struktur wacana tersebut mengarah pada ide tertentu dan mendukung ide sentral suatu berita.

Proses pemberitaan dalam organisasi media akan sangat mempengaruhi frame berita yang akan diproduksinya. Frame yang diproses dalam organisasi media tidak lepas dari latar belakang pendidikan wartawan sampai ideologi institusi media tersebut. Ada tiga proses framing dalam organisasi media. Proses tersebut :

1. Proses framing sebagai metode penyajian realitas dimana kebenaran tentang suatu kejadian tidak diingkari secara total, melainkan dibalikkan secara halus, dengan memberikan sorotan terhadap aspek-aspek tertentu saja, dengan menggunakan istilah-istilah yang mempunyai konotasi tertentu, dan dengan bantuan foto, karikatur dan alat ilustrasi lainnya.

2. Proses framing merupakan bagian tak terpisahkan dari proses penyuntingan yang melibatkan semua pekerja di bagian keredaksian media cetak. Redaktur, dengan atau tanpa konsultasi dengan redaktur pelaksana, menentukan apakah laporan si reporter akan dimuat ataukah tidak, serta menentukan judul yang akan diberikan.

3. Proses framing tidak hanya melibatkan para pekerja pers, tetapi juga pihak-pihak yang bersengketa dalam kasus-kasus tertentu yang masing-masing berusaha menampilkan sisi informasi yang ingin ditonjolkannya (sambil menyembunyikan sisi lain). Proses framing menjadikan media massa sebagai arena di mana informasi tentang masalah tertentu diperebutkan dalam suatu perang simbolik antara berbagai pihak yang sama-sama menginginkan pandangannya didukung pembaca.

Dalam proses framing pada akhirnya akan membawa efek. Karena sebuah realitas bisa jadi dibingkai dan dimaknai berbeda oleh media, bahkan pemaknaan itu bisa jadi akan sangat berbeda. Realitas sosial yang kompleks penuh dimensi dan tidak beraturan, disajikan dalam berita sebagai sesuatu yang sederhana, beraturan dan memenuhi logika tertentu. Berdasarkan penyederhanaan atas kompleksnya realitas yang disajikan media, menimbulkan efek framing, yaitu: Pertama. Framing yang dilakukan media akan menonjolkan aspek tertentu dan mengaburkan aspek yang lain. Framing umumnya ditandai dengan menonjolkan aspek tertentu dari realitas, akibatnya ada aspek lain yang tidak mendapat perhatian yang memadai. Kedua. Framing yang dilakukan oleh media akan menampilkan sisi tertentu dan melupakan sisi yang lain. Dengan menampilkan sisi tertentu dalam berita ada sisi lain yang terlupakan, menyebabkan aspek lain yang penting dalam memahami realitas tidak mendapat liputan dalam berita. Ketiga. Framing yang dilakukan media akan menampilkan aktor tertentu dan menyembunyikan aktor yang lain. Efek yang segera terlihat dalam pemberitaan yang memfokuskan pada satu pihak, menyebabkan pihak lain yang mungkin relevan dalam pemberitaan menjadi tersembunyi.

6 comments:

Anonymous said...

Excelent,Great.. bravoO..!
^_^

.pu3

Anonymous said...

terima kasih,,,
berkat blog anda memudahkan saya dalam penyelesaian proposal skripsi dan laporan skripsi,,,

terima kasih banyak atas blognya

^_^

Anonymous said...

pak eka, tulisan anda sangat bermanfaat buat saya.

terima kasih banyak!

Anonymous said...

pak bisa tolong jelaskan ada berapa jenis framing? dan secara khusus tentang entman


terima kasih :)

syafiahsifa said...

maaf pak bisa jelaskan ada berapa jenis framing selain gamson dan entman...

lalu, apa specialnya entman?

terima kasih

Anonymous said...

maaf pak bisa jelaskan apakah framing juga meneliti efek dari frame media?

 This blog migrated to https://www.mediologi.id. just click here