Pembagian Watak dan Reaksi Psikologis
Penggambaran kebaikan pada karakter protagonis adalah untuk membuatnya disukai dan dicintai, sebaliknya penggambaran kejahatan pada karakter antagonis adalah agar ia bisa dibenci.
Karakter yang dikembangkan bisa efektif karena responden memberikan empati dan pertimbangan moral terhadap apa yang mereka lihat. Tindakan karakter dalam sebuah lakon adalah hal terpentin karena merupakan dasar dari persetujuan atau penyangkalan pemirsa atas tindakannya. Persetujuan dan penyangkalan ini merupakan putusan moral. Persetujuan atas tindakan mendorong rasa suka dan sebaliknya.
Setelah pemirsa ditempatkan dalam sentimen pro dan kotnra terhadap karakter, nikmatnya konflik dan penyelesaiannya dalam sebuah drama bergantung pada hasil akhir dari pihak-pihak yang disukai dan dibenci. Ketertarikan positif mendorong harapan dan hasil positif dan ketakutan akan terjadinya hal-hal negatif. Karenanya karakter protagonis dianggap layak mendapat hal-hal yang baik dan tidak layak menerima hal-hal buruk. Ketertarikan negatif sebaliknya, mendorong inklinasi pertentangan; pemirsa takut karakter tersebut mendapat hasil baik dan berharap agar ia menerima hasil yang buruk. Karakter antagonis dianggap tidak layak menerima keberuntungan dan layak menerima hal-hal yang buruk. Harapan dan rasa takut ini dipengaruhi oleh pertimbangan moral.
Harapan dan rasa takut mendorong empati. Kebahagiaan dan kesedihan yang dialami karakter protagonis cenderung mendorong dampak yang serupa pada pemirsa, sebaliknya kebahagiaan penjahat merupakan penderitan bagi pemirsa – dan penderitaannya, hukuman atas mereka merupakan kebahagiaan pemirsa (cf. Zilmann, 1991a). Dinamika dasar ini mempengaruhi pemirsa.
Berikut adalah prediksi Zillmann (1980):
1. Kegembiraan dari menyaksikan kegagalan, atau kekalahan suatu karakter meningkat dengan intensitas sentimen negatif dan menurun dengan intensitas sentimen positif terhadap karakter tersebut.
2. Kegembiraan dari menyaksikan perbaikan, keberhasilan atau kemenangan sebuah karakter menurun dengan intensitas sentimen negatif dan meningkat dengan intensitas sentimen positif atas karakter tersebut.
3. Rasa jengkel dari menyaksikan kegagalan, atau kekalahan suatu karakter menurun dengan intensitas sentimen negatif dan meningkat dengan intensitas sentimen positif terhadap karakter tersebut.
4. Rasa jengkel dari menyaksikan perbaikan, keberhasilan atau kemenangan sebuah karakter meningkat dengan intensitas sentimen negatif dan menurun dengan intensitas sentimen positif atas karakter tersebut.
5. Dalil 1 s/d 4 berlaku bersamaan. Akibatnya, semua kontribusi terhadap kegembiraan dan/ atau rasa jengkel bersatu menjadi kegembiraan atau kejengkelan menyeluruh. Dalam integrasi kontribusi ini, rasa jengkel dipandang sebagai kegembiraan negatif, dan kontribusi terhadap kegembiraaan dan rasa jengkel bergabung saling menambahkan.
Sensasi dan Ketegangan
Kenikmatan dari drama suspense bisa bertentangan atau bahkan bersifat paradoks. Drama seperti ini dinikmati meski sepanjang waktu karakter protagonis berada dalam bahaya; seperti berada dalam kutukan (Zilmann, 1980, 1991c). selama beberapa waktu, pahlawan dalam drama tersebut menderita dan hampir kalah dan dihancurkan oleh kekuatan jahat atau bahaya luar biasa. Kejadian yagn menakutkan dan malapetaka terjadi berulang kali hampir berkesinambungan. Kenikmatan pemirsa terjadi berulang kali ketika kejadian yang ditakutkan gagal terjadi dan terutama pada penyelesaiannya – karakter protagonis mampu mengatasi masalah dan menghancurkan kekuatan jahat, meski hampir kehilangan nyawanya.
Drama suspense, menunjukkan kondisi yang disebut sebagai “pahlawan dalam bahaya” tapi juga menawarkan penyelesaian yang memuaskan.
1 comment:
Cukup komprehensif. Terima Kasih
Post a Comment